Kamis, 24 April 2014

LIFE

24 April 2014

Hampir tidak bisa berkata-kata mengamati ini semua, seolah hidup hanya bergantung pada perhatian manusia semata, bukan kepada Tuhan, hingga mereka rela memuliakan manusia, namun mendzolimi manusia lainnya termasuk saudaranya sendiri, tanpa takut akan perhitungan Tuhan. Mereka membicarakan saudaranya di 'bilik rumahnya' sendiri, untuk apa? untuk menjatuhkan saudaranya yang lain, namun mereka lupa jika Tuhan mendengar segalanya, dan Tuhan menitipkan perkataan mereka pada telinga saudarannya yang lain. Jika perhatian manusia yang kamu cari, maka ambilah sebanyak yang kamu suka, jika kehilangan perhatian yang kau takutkan, maka makanlah perhatian itu sekenyang-kenyangnya. Dan ini adalah pelajaran yang sangat berharga, tamparan sekaligus berkah ilmu yang luar biasa. Juga penjabaran gamblang tentang siapa-siapa saja wajah dibalik topeng itu. Cukup tersimpan rapat saja namanya di memori. "Maksud" yang terselubung di hati itu tidak tergambar, maka sulit untuk dibuktikan, cukup diam pada posisi..."biarkan Tuhan yang berkehendak". That's it.

Let me tell you about this...
Kedua orangtuaku tidak lebih baik dari orangtua yang lainnya, sepasang manusia biasa dengan berbagai kelebihan dan kekurangan. Namun mereka adalah ladang surgaku. Aku memuliakan mereka, namun...tak jarang kami bersebrangan. Tidak aku bukan seorang anak penjilat, yang mampu menjilat-jilati orangtuanya sendiri demi kepentingan pribadi dan demi keinginan-keinginan yang berlebihan, namun aku juga tidak terdidik untuk diam-diam menghujat orangtuaku ketika tabiat manjaku tidak terpenuhi. Bersebrangan, bahkan kami saling beradu prinsip dan beradu pendapat, tak jarang diakhiri aksi saling diam bahkan aksi 'angkat kaki'. Namun dari situlah mereka mengajarkanku tentang 'Keberanian' dalam hidup, Keberanian tanpa menghilangkan norma dan kesadaran diri akan kodratnya. Berani bicara sesuai apa yang tersirat di hati, tidak munafik. Aku bukan seorang anak yang Taqlid buta kepada orangtuanya, jika mereka benar...maka akan kujunjung nilai kebenaran itu sampai akhir hayatku, namun jika mereka salah.., maka akan ku katakan 'salah' walau api membakar lidahku. Orangtuaku pun bukan budak dari anak-anaknya, jika aku benar...mereka rela mengorbankan nyawa dan hartanya untukku, namun jika aku salah...merekapun rela menebas batang leherku dengan kedua tangannya sendiri.
Begitulah hidup mengajarkanku.... Kerasnya hidup justru menanamkan prinsip idealisme yang teguh dalam diriku, mengajarkan tentang Keberanian dalam hidup, pentingnya saling menghargai, saling menghormati, dan bersikap adil kepada sesama, dan keseluruhannya telah mengasah kepekaanku akan nilai-nilai hidup yang prinsipil, tanpa manipulatif. ingat..., tanpa Manipulatif.

sekian

Rabu, 26 Februari 2014

Secangkir Kopi Milik Kita ( Dan berbagai Memori Di Dalamnya)

"Will Not Be Forgotten"
"Will Not Be Forgotten"

Hari ini, pukul 15.00 wib aku dan secangkir kopi yang menemani kerinduanku padamu. Andai bisa ku kisahkan padamu Mba', bahwa aku tengah bahagia. Tengah menjajaki awal yang baru dalam hidup, dan telah kutemukan seseorang yang bisa dikatakan sesuai dengan kriteria 'Imam' ku. Ya Mba', I'm getting married soon...
Entah bagaimana reaksimu jika mendengar hal ini, pastinya akan terjadi dialog lucu antar dua wanita setengah 'Gila'.

'Gila', sampai saat ini aku masih selalu berandai-andai. Andaikan Mba Ima masih ada, andaikan kita masih bisa berbagi cerita, andai kita masih bisa menikmati secangkir kopi bersama, andaikan dan andaikan lainnya. Apakah ini bentuk dari ketidak ikhlasan?? Tidak, bukan itu, Tuhan pun mengerti apa maksud dari kenangan-kenangan ini. Bukan untuk meratapi kepergianmu, tetapi sekedar menjadikannya kenangan yang abadi.

Aku bertemu dengannya dicsaat keterpurukanku Mba'. Andaikan kamu melihat kondisiku saat itu, pasti kamupun akan membenciku karna kelemahan dan ketololanku. September 2012 lalu aku boleh kehilanganmu Mba', sempat aku meratapi kepergianmu, ditambah lagi masalah lain yang datang bertubi-tubi terus menghampiriku pasca kepergianmu. Kehilangan sahabat, penghianatan dari orang-orang yang kupercaya, semua terjadi beruntun hingga membuatku setengah hancur dan nyaris kehilangan arah. Namun kemudian Ramadhan 2013, Allah menggantikan semua kesakitan itu dengan berkah yang luar biasa, semua semata-mata karena Allah hingga aku bertemu dengannya, andai sempat kamu mengenalnya mba', aku yakin kepekaanmu pun akan mengatakan "he's the man Feb..." :')

Mungkin sebagian orang akan menganggapku berlebihan karena masih saja terus mengenangmu, bahkan terkadang di tengah kesendirian, tidak jarang aku berpura-pura berdialog denganmu, seolah kita tengah ber 'bbm' ria, atau tengah menikmati secangkir kopi bersama. Lalu ketika malam kian larut, seringkali aku membuka halaman facebookmu, melihat album-album fotomu, dan  me'recent' status-status facebook kita dari tahun ke tahun hanya untuk membaca ulang status dan komentar-komentar gila kita di masa lalu. Aku punya cara sendiri untuk mengenangmu Mba', dan sepertinya aku akan selalu melakukannya lagi dan lagi. :)

Berkumpul dengan teman-teman kita tanpa kehadiaramu sungguh tidak biasa bagiku, bahkan hingga detik ini. Sebisa mungkin aku menghindarinya mba'. Mungkin sulit dipahami oleh yang lainnya, tapi itulah yang terjadi. Mungkin tidak sama dirasa oleh yang lain, tapi itulah yang kurasakan. Selalu ada kekosongan, aku selalu menganggapmu bagian dari 'kita', aku masih menganggapmu ada, tapi aku mengerti mba', aku tidak bisa memaksakan yang lain untuk merasakan hal yang sama, maka aku memilih untuk diam dan tidak membahasnya, walau sesekali aku tidak bisa menahan diri untuk menyebut namamu kembali di tengah-tengah percakapan, seolah aku tidak rela jika kamu terlupakan, walau sebenarnya aku tau mba', merekapun tidak mungkin melupakanmu. Demi Allah aku merindukanmu, merindukan kehadiranmu diantara mereka. Tidak akan ada yang bisa mengisi kekosongan yang telah kamu tinggalkan Mba'...  "Asellii Lo rese banget Mba!" :')

Melewatkan namamu di daftar seragam yang kusiapkan adalah hal yang tidak mudah. Aku melipatnya satu demi satu kemudian menamainya. Begitu terasa ada yang kurang disana, apalagi kalau bukan namamu.
Lagi-lagi bikin 'mellow' kamu Mba'. But guess what??? Aku bisa melewati itu Mba', karena sekali waktu Vina bilang "Mba' Ima pasti seneng kalau tau Lo mau nikah, pasti lucu nih kalau dia masih ada." Lalu seketika aku tertawa, karena membayangkan bagaimana reaksimu jika ku sampaikan, "Mba' gw mau merried".

Sore ini, aku ditemani secangkir kopi dan kembali membangkitkan kenangan tentang kita, tentang rasa, tentang dinamika persahabatan diantara kita, pasang surutnya, canda tawanya, dan sekali lagi ku katakan.., "izinkan aku untuk selalu tersenyum mengingatmu…"

In the name of Friendship That Will Never Die.
Semoga Allah Mengampuni segala dosa-dosanya, dan melipat gandakan segala kebaikan dan amal ibadahnya. Tenanglah disana sahabatku Charisma Andreysha Ferba, we love you and we miss you.

Sabtu, 16 Maret 2013

Kharisma-mu.. (Secangkir Kopi)

Kepada jiwa yang telah Berpulang,
Kutuangkan Kerinduan Hati seorang kawan atas rasa kehilangan yang tak berkesudahan.

Apa yang tak ku kisahkan padamu?
Dan apa yang tak kau kisahkan padaku?

Hampir seluruh kisah tentang kau dan aku, kita tuangkan pada "Secangkir Kopi" di setiap kesempatan.
Bahkan ketika ego memisahkan kita dalam masa-masa tertentu, waktu selalu mempertemukan kau dan aku kembali dalam simpul tali persaudaraan yang tak dapat dimengerti oleh siapapun, kecuali kita dan Tuhan.

Yahh, kedua tanganku hampir tak pernah menyeka air mata mu, begitupun kedua tangan mu.
Lebih dari itu.., sebuah simpul tali yang kita ciptakan pada “rasa” menjadi lebih berarti dari sekedar kedua tangan yang menyeka air mata.

Kita banyak bermain kata..,
Dalam kefakiran iman, kekosongan jiwa, dan kebodohan akal...
Kau dan aku mencoba mengurai “inti” dari kehidupan, mencari sumber dari kegetiran yang telah meradang, “onak” dalam perjalanan hidup.
Satu hal yang kita sadari, bahwa "Penderitaan tak pilih kasih".
Kita tersesat pada lingkup 'labirin', begitu sulit mencari arah yang tepat, begitu rumit membidik tujuan di hadapan, karna 'titik mata' yang terselimuti oleh kabut dan helai alang-alang yang kian hari kian meninggi meski telah kita pangkas dari waktu ke waktu. Belum lagi habis terpangkas.. namun langkah kaki telah payah, tubuh terhuyung karna lelah, namun hidup hampir mencapai titik punah.
Kau tanyakan padaku..
“Bagaimana menyingkirkannya??”
Ku jawab “Entahlah mba…, tidur saja barangkali esok akan lebih mudah.”
Hampir di setiap malam dan setiap kesempatan.. segala keluh kesah hingga kebahagiaan..,
dosa maupun kemuliaan.., satu demi satu kita tanggalkan dan kita jabarkan seiring 'Hijrah' waktu. Dengan kosa kata yang sederhana bahkan terkadang begitu vulgar dan tak terarah, namun disanalah pelipur lara yang kemudian menyeka air mata kita. :')

“Kebodohan kita…”
Tak jarang kau muak akan ketololan dan kelemahanku, namun seringkali kau pun berpihak pada keduanya, tidak pada kesalahanku namun lebih kepada rasa sakit yang menimpaku. Mungkin sesaat kau akan mengernyitkan dahi, namun kemudian kaulah yang paling mengerti.
Kau katakana “I told u!!!”
dan ku katakana “Not now mba…, tomorrow never dies! silahkan hakimi gw besok!”
Kita berdua tertawa, sebelum kau katakan.. “Don’t worry veb, I always behind u. Kopi masih banyak di teteh, kita bersua besok ya..ngopi sampe kembung.”
Yahh.. 'Secangkir Kopi' yang selalu menjadi penghangat dan pengantar kisah kita. I miss that moment mba..

“Pencerahan…”
Itu yang kau katakan tentang-ku tiap kali batu besar membentur kepalamu dan membebani nafas mu,
“Veb.., gw butuh pencerahan!!”
lalu ku katakana “Ono opo toh mbaim?? Yowess…omongo!!”,
Apakah aku bosan?? Ya..tentu saja, sangat bosan dengan kisah problematika hidupmu yang cukup “abstrak”, belum lagi menghadapi sifat keras kepala-mu yang tak juga lunak walau telah ku kerahkan “jurus filsafat tertinggi” versi “otak kerdil” kita. Namun selalu ada kata “tapi” yang kau lancarkan sebagai memori banding atas kesimpulan dan jalan keluar yang kutawarkan. Tetapi itulah kita.. Kau dan aku, 'si kepala batu dan si keras hati'.
Tapi tak apa.. Ini sangat manusiawi ketika kita terjerembab pada titik terendah kehidupan, kemudian kita mengaduh, mengiba, bahkan mengutuk.
Lanjutkan.. lanjutkan saja semua cerita, menangislah, mengeluhlah, marahlah, mengutuklah, karena ini adalah bagian dari hak istimewa kita sebagai manusia yang penuh dengan batasan dan kekurangan. Ayo Mba…kita manfaatkan hak itu sebaik-baiknya..., menangis, mengeluh, dan mengutuklah!!! Lakukanlah atas nama manusia, namun meminta ampunlah di akhir waktu terjaga mu, karena setelah semua kegilaan itu... kita berdua sama-sama tau bahwa Tuhan menunggu kita di penghujung waktu, dan Ia telah bersumpah "Demi Masa".

Terlepas dari segala luka dan sesak batin yang kau kisahkan, terlepas dari keterbatasan dan sifat keras kepalamu..,
Kaulah satu-satunya sosok yang mampu melahirkan gurauan renyah hingga menciptakan canda tawa yang akan selalu tersimpan di ingatan kami sahabat-sahabatmu,
Kau telah menjadi inspirasi dari setiap senda gurau..
Walau hidupmu tidak mudah…, namun tidak ada yang dapat menciptakan gelak tawa sebaik diri mu, kefasihan mu dalam mencairkan suasana dari kebekuan, kau buat semua tertawa… seolah dunia diciptakan sebagai ladang tawa penyemangat jiwa bagi siapapun yang tersentuh oleh “Kharisma” mu.

Hingga di hari itu, ketika kabar duka menyambangi ku di penghujung subuh..
Hari dimana aku merasa waktu benar-benar berhenti, sesaat otakku mati...bahkan sepatah katapun tak mampu ku ucapkan..
Hari dimana kudapati keluarga, teman, sahabat, dan kerabat mu berkumpul..namun dalam suasana duka...
Hari dimana kusaksikan jasad sahabatku dalam balutan kain kafan diiringi lantunan doa dan isak tangis disekelilingnya..,
Hari dimana kupaksakan diriku untuk tegar menatap jasad mu, hingga tubuhku gontai di ujung pintu rumah duka...
Hari dimana kupeluk ibu dan kedua saudarimu, dan kukecup putra kecilmu dengan cucuran air mata duka..
Hari dimana ku antarkan jenazah sahabatku ke peristirahatan terakhirnya...

Belasan tahun kita saling mengenal, bertahun-tahun segala kegilaan terjadi, kita pada masing-masing jejak menapaki takdir, dengan dalih "mencari" namun entah apa...
Hidup berkali-kali terhempas dari makna yang pasti, melewati dimensi ruang waktu yang penuh penyangkalan diri. Dan masing-masing dari kita berkaca, melihat diri pada cermin persahabatan yang kita bina. Sempat ku sangsikan persaudaraan ini, namun kemudian aku mengerti... kau membuatku mengenali sebagian diriku yang selama ini tak kusadari, dan itu kudapati dari persahabatan ini.
Kau dan Aku, dua manusia 'tak tentu arah' yang tak pernah habis berkisah.
Begitu banyak kisah yang kita urai kepada satu sama lain.
Begitu banyak yang ku kisahkan.. namun satu yang tak akan pernah bisa ku kisahkan padamu Tentang betapa beratnya kehilangan seorang sahabat sepertimu. Andai bisa ku katakan… "jangan pergi".
Tuhan telah menetapkan kehendak-Nya.. bahwa jodoh hidup adalah mati,
Kepergianmu seakan mengingatkan ku akan kalimat yang sebelumnya ku lontarkan kepadamu,"....bahwa Tuhan menunggu kita di penghujung waktu, dan Ia telah bersumpah "Demi Masa"."

Dan kini ragamu pasif terdiam di sana. Namun kami tau.. jiwamu tengah menunggu di alam barzakh, tempat terbaikmu saat ini. Kini menjadi kewajiban kami para sahabat, saudara, dan keluargamu untuk melanjutkan tiap-tiap doa dan harapan. Kunjungilah kami sesekali waktu dalam mimpi kami..., agar sedikit terobati rasa rindu akan kehadiranmu di dalam hidup kami. Cinta kami yang terdalam untukmu...

Dan izinkanlah kami untuk selalu tersenyum mengingatmu…


 

Kamis, 20 Desember 2012

"Senandung Intuisi Wanita V" ('Anjing betinamu, bukan aku..')

Ketika tiba saatnya, tidak ada lagi sisa-sisa kamu di sini.
Dan ketika itu terjadi.., justru kamulah yang akan mati-matian mencari sisa-sisa puing.

Inisial? Dulu bukan hanya inisial yang terpatri di hati, melainkan setiap huruf dari namamu. Tapi siapa yang menghapusnya dengan paksa? Kamu.., Orang yg kini menanyakannya.

Kejam? Siapa yang telah menancapkan belati itu dari balik punggungku?? Hingga katub-katub jantungku pun menjerit. Aku mengiba, namun apa yang kau lakukan..?? Pergi dan berlalu.

Ku pikir kau akan menjadi perisai yang kemudian berperan sebagai tempurung pelindungku, namun nyatanya..justru kaulah yang menancapkan belati itu tepat di balik punggungku.

Lalu apa yang terjadi?? "Tak satupun terlewatkan dari yang terburuk, namun menjadi petaka bagimu.., ketika tikaman belati itu justru telah mengasah iritabilitaku dan merekontruksi bagian jiwa tak berdaya pada diri wanita dungu ini.., hingga menjelma menjadi sebilah 'Pedang' yang siap memenggal kepalamu atau siapa saja yang menyentak egonya".

Dan kau menyesalinya, menyesali setiap kata yang kini terlontar dari ujung lidahku. Kau bilang.. "Kejam"! Ku katakan "tidak sayang..ini tidak kejam, ini adalah sari pati dari tiap dusta dan penghianatan yang telah kau torehkan, pantaslah jika kau menuai apa yang telah kau semai, kau tanamkan bibit wolfsbane dan spurge laurel di dalamnya, maka apa yang kau harapkan dapat tumbuh disana?? Bunga yang cantik.., cantik memang. Tetapi bukankah kandungan alkaloid pseudaconitine dan mezerin di dalamnya cukup mematikan??

Dan kini kau katakan "tidak bahagia" bersama anjing betinamu, lalu kau mengharapkan aku untuk kembali ke dalam perangkapmu?
Bukankah kedua kakimu telah terpasung oleh terkaman dan gonggongan anjing betina-mu itu? Bagaimana bisa kau berkata akan memperjuangkanku kembali sementara anjing betina itu terus menyalak dan menterormu?? dan kau pun gentar.., mematung.., tak berdaya persis seperti mahluk tebusan yang tak berharga.
Saranku.., .sebaiknya kau kebiri saja batang penismu, dan mulai habiskan sisa hidupmu seperti budak.

Aku bukanlah seekor keledai dungu sayang..sebagaimana kau dan anjing betinamu itu menilaiku. Tapi aku adalah seorang wanita. Jika dulu aku begitu dungu, maka kali ini aku begitu kejam.
Apa yang kau harapkan sayang?? sosok indah nan lembut itu kembali??? Sosok itu tetap ada dan akan selalu ada, tetapi mungkin bukan untukmu. Nikmati saja sisa-sisa racun yang kau tinggalkan.., walau tak bisa ku tampik bahwa rasa itu masih mendiami hati, namun jiwa ini telah terasah dengan sangat baik di satu sisinya, hingga ketajamannya tidak perlu kau sangsikan.
Cinta dan Benci, keduanya ada disini.. bersaing mencoba memenangkan hati, tapi kali ini kau tidak sedang bermain sayang.., melainkan berkompetisi dalam perang dingin egoku, seberapa tangguhkah?? Seberapa mampukah??

Wanita ini..
Di pusat hatinya bergumul dua kutub berlawanan..
Bersaing saling menonjolkan diri..
Sedetik terpatri senyum di bibirnya..namun sedetik kemudian tergurat kerut di dahinya.
Pasrah saja dengan hujam amarah..
Masih ingin mencoba berspekulasi dengan ku?? Coba saja, maka akan lebih banyak lagi sayatan pedang yang kau terima.

Sabtu, 16 April 2011

"Senandung Intuisi Wanita IV" (dan silahkan muntah setelah membacanya, karena sayapun begitu)

~15 April 2011~


"Merindukan kekasihku adalah siksa.." 

Lagi-lagi kudapati kumparan awan yang menangis tepat di serambi langit.. Terdengar keluh kesah seorang anak perawan adam yang kembali bergelut dalam kebinasaan cinta. Bisikannya lirih.., hatinya kembali tercabik oleh kisah yang getir, suka citanya terampas.., dan senyum di parasnya tersapu kelabu. 

Kembali bungkam dan merajam waktu dengan rindu dan pengharapan. Seperti terjerat pada belenggu akar-akar tua; ada yang tak dapat dilepaskan, ada yang tak terlampiaskan. 
Pucuk-pucuk bibir ini tak sabar melontar patahan kata: "sayang aku rindu..". Raga ini ingin segera mendekap sosok yang tengah merajai imajinasi, namun hanya bayangan saja yang dapat tercipta dalam cermin semu di pupil mata. 

Tak kunjung mendapati dirinya secara nyata, bahkan kini suaranya pun terlarang untuk ku dengar.., lengkap sudah.. 
"Kau menjadikan ini siksa sayang, siksa yang aku -kekasihmu- mungkin tak sanggup untuk memikulnya sendiri."

Karna kau adalah rasa, wujud yang tak kasat mata, bongkahan besar yang tak teraba, namun kesenangannya melebihi candu opium sekalipun, keindahan yang melebihi panorama powis castle, villa lante, isola bella, bodnant, bahkan viceroy’s palace sekalipun, namun sakitnya melebihi tikaman belati di ulu hati, seperti sengatan arus 1000 Volt di pusat syaraf.., "mematikan". maka mustahil untuk kusingkirkan dalam sekejap, mustahil untuk kupulihkan dalam masa singkat. "Merindukan kekasihku benar-benar menjadi siksa yang tak kunjung usai.." 

Jika hati ini hancur berkeping-keping, lalu siapa yang akan memungut tiap-tiap puing?? Bahkan jemarimu mungkin tak lagi sudi untuk sekedar menjamah dengan empati. Terlebih hatimu..mungkin telah lebih dulu mati rasa seperti suhu temperatur yang menyentuh titik "nol". Dan "nol" apa itu "nol"? Tempat semua bermula, dan akhir segala mula?? Benarkah hakikat itu yang ingin kau tampakkan?! Coba kau terangkan arti dari hakikat "nol dan kosong" dalam perspektif liar mu?? 
Apa kau telah benar-benar mati, beku, tak berdetak??
Lalu terbuat dari apakah hatimu wahai pelantun kegembiraan semu??? Kemana perginya kehangatan yang dulu, kemana perginya si pelipur lara, kemana perginya senyuman yang dulu ku kenali??"

Kemudian kali ini aku bertanya.., "Kepada tangan siapa hati yang telah terlanjur koyak ini akan kembali tergugah??" mampukah kau menyusunnya hingga terkembali utuh, hingga tak tersisa seguratpun tanda luka.., baik di permukaan maupun pada dasar hati, mampukah kau??? 
Atau hati harus kembali pada titik "nol", dimana setiap rasa adalah kosong. 

Aku benci menjabarkan sebuah romansa..terlebih tentang kepahitannya, seolah kehidupan hanya berputar-putar disana, seolah saja dunia hancur dalam seketika, seperti seorang fakir, seorang papa yang tak pula memiliki harapan, layaknya mahluk dungu dengan akal yang sempit. Namun kisah picisan inilah yang tengah berkuasa. 
Aku benci terlihat rapuh, namun faktanya aku hanyalah seorang wanita dungu seperti wanita kebanyakan. Aku benci mencintai seorang pria.., namun nyatanya Tuhan memang tidak menciptakan mahluk lain sebagai pendamping seorang wanita melainkan "Pria", dan entah bagaimana mereka selalu memiliki kuasa untuk mematahkan hati kekasihnya..setelah sebelumnya mereka yang meminta, mengharap dan meminang dengan 'kejantanan' layaknya seorang ksatria. Lalu mereka pula yang menorehkan luka, mereka pulihkan, lalu mereka sakiti kembali, begitu seterusnya, berulang-ulang tanpa henti, mungkin hanya pelakonnya saja yang berganti, namun alur kisahnya selalu sama, drama yang tak berkesudahan, membosankan dan memuakkan! Membuatku ingin memuntahkan seluruh isi perutku, membuatku ingin menampar dan meludahi wajahku sendiri, "sepuluh ribu kali muak!" Hingga aku ingin memaki diriku sendiri sebanyak seribu malam!

Dan ketika aku mulai dapat melampiaskannya dalam kalimat-kalimat omong kosong ini..sesungguhnya aku tengah beranjak pulih, karena "wanita dungu tak lain adalah wanita yang belajar tegar dari kesakitan dan air matanya", dan Tuhan pun tetap Memanjakannya.., hanya saja dengan cara yang sangat unik dan sulit untuk dimengerti.

Sekian dan silahkan muntah..