Kutuangkan Kerinduan Hati seorang kawan atas rasa kehilangan yang tak berkesudahan.
Apa yang tak ku kisahkan padamu?
Dan apa yang tak kau kisahkan padaku?
Hampir seluruh kisah tentang kau dan aku, kita tuangkan pada "Secangkir Kopi" di setiap kesempatan.
Bahkan ketika ego memisahkan kita dalam masa-masa tertentu, waktu selalu mempertemukan kau dan aku kembali dalam simpul tali persaudaraan yang tak dapat dimengerti oleh siapapun, kecuali kita dan Tuhan.
Yahh, kedua tanganku hampir tak pernah menyeka air mata mu, begitupun kedua tangan mu.
Lebih dari itu.., sebuah simpul tali yang kita ciptakan pada “rasa” menjadi lebih berarti dari sekedar kedua tangan yang menyeka air mata.
Kita banyak bermain kata..,
Dalam kefakiran iman, kekosongan jiwa, dan kebodohan akal...
Kau dan aku mencoba mengurai “inti” dari kehidupan, mencari sumber dari kegetiran yang telah meradang, “onak” dalam perjalanan hidup.
Satu hal yang kita sadari, bahwa "Penderitaan tak pilih kasih".
Kita tersesat pada lingkup 'labirin', begitu sulit mencari arah yang tepat, begitu rumit membidik tujuan di hadapan, karna 'titik mata' yang terselimuti oleh kabut dan helai alang-alang yang kian hari kian meninggi meski telah kita pangkas dari waktu ke waktu. Belum lagi habis terpangkas.. namun langkah kaki telah payah, tubuh terhuyung karna lelah, namun hidup hampir mencapai titik punah.
Kau tanyakan padaku..
“Bagaimana menyingkirkannya??”
Ku jawab “Entahlah mba…, tidur saja barangkali esok akan lebih mudah.”
Hampir di setiap malam dan setiap kesempatan.. segala keluh kesah hingga kebahagiaan..,
dosa maupun kemuliaan.., satu demi satu kita tanggalkan dan kita jabarkan seiring 'Hijrah' waktu. Dengan kosa kata yang sederhana bahkan terkadang begitu vulgar dan tak terarah, namun disanalah pelipur lara yang kemudian menyeka air mata kita. :')
“Kebodohan kita…”
Tak jarang kau muak akan ketololan dan kelemahanku, namun seringkali kau pun berpihak pada keduanya, tidak pada kesalahanku namun lebih kepada rasa sakit yang menimpaku. Mungkin sesaat kau akan mengernyitkan dahi, namun kemudian kaulah yang paling mengerti.
Kau katakana “I told u!!!”
dan ku katakana “Not now mba…, tomorrow never dies! silahkan hakimi gw besok!”
Kita berdua tertawa, sebelum kau katakan.. “Don’t worry veb, I always behind u. Kopi masih banyak di teteh, kita bersua besok ya..ngopi sampe kembung.”
Yahh.. 'Secangkir Kopi' yang selalu menjadi penghangat dan pengantar kisah kita. I miss that moment mba..
“Pencerahan…”
Itu yang kau katakan tentang-ku tiap kali batu besar membentur kepalamu dan membebani nafas mu,
“Veb.., gw butuh pencerahan!!”
lalu ku katakana “Ono opo toh mbaim?? Yowess…omongo!!”,
Apakah aku bosan?? Ya..tentu saja, sangat bosan dengan kisah problematika hidupmu yang cukup “abstrak”, belum lagi menghadapi sifat keras kepala-mu yang tak juga lunak walau telah ku kerahkan “jurus filsafat tertinggi” versi “otak kerdil” kita. Namun selalu ada kata “tapi” yang kau lancarkan sebagai memori banding atas kesimpulan dan jalan keluar yang kutawarkan. Tetapi itulah kita.. Kau dan aku, 'si kepala batu dan si keras hati'.
Tapi tak apa.. Ini sangat manusiawi ketika kita terjerembab pada titik terendah kehidupan, kemudian kita mengaduh, mengiba, bahkan mengutuk.
Lanjutkan.. lanjutkan saja semua cerita, menangislah, mengeluhlah, marahlah, mengutuklah, karena ini adalah bagian dari hak istimewa kita sebagai manusia yang penuh dengan batasan dan kekurangan. Ayo Mba…kita manfaatkan hak itu sebaik-baiknya..., menangis, mengeluh, dan mengutuklah!!! Lakukanlah atas nama manusia, namun meminta ampunlah di akhir waktu terjaga mu, karena setelah semua kegilaan itu... kita berdua sama-sama tau bahwa Tuhan menunggu kita di penghujung waktu, dan Ia telah bersumpah "Demi Masa".
Terlepas dari segala luka dan sesak batin yang kau kisahkan, terlepas dari keterbatasan dan sifat keras kepalamu..,
Kaulah satu-satunya sosok yang mampu melahirkan gurauan renyah hingga menciptakan canda tawa yang akan selalu tersimpan di ingatan kami sahabat-sahabatmu,
Kau telah menjadi inspirasi dari setiap senda gurau..
Walau hidupmu tidak mudah…, namun tidak ada yang dapat menciptakan gelak tawa sebaik diri mu, kefasihan mu dalam mencairkan suasana dari kebekuan, kau buat semua tertawa… seolah dunia diciptakan sebagai ladang tawa penyemangat jiwa bagi siapapun yang tersentuh oleh “Kharisma” mu.
Hingga di hari itu, ketika kabar duka menyambangi ku di penghujung subuh..
Hari dimana aku merasa waktu benar-benar berhenti, sesaat otakku mati...bahkan sepatah katapun tak mampu ku ucapkan..
Hari dimana kudapati keluarga, teman, sahabat, dan kerabat mu berkumpul..namun dalam suasana duka...
Hari dimana kusaksikan jasad sahabatku dalam balutan kain kafan diiringi lantunan doa dan isak tangis disekelilingnya..,
Hari dimana kupaksakan diriku untuk tegar menatap jasad mu, hingga tubuhku gontai di ujung pintu rumah duka...
Hari dimana kupeluk ibu dan kedua saudarimu, dan kukecup putra kecilmu dengan cucuran air mata duka..
Hari dimana ku antarkan jenazah sahabatku ke peristirahatan terakhirnya...
Belasan tahun kita saling mengenal, bertahun-tahun segala kegilaan terjadi, kita pada masing-masing jejak menapaki takdir, dengan dalih "mencari" namun entah apa...
Hidup berkali-kali terhempas dari makna yang pasti, melewati dimensi ruang waktu yang penuh penyangkalan diri. Dan masing-masing dari kita berkaca, melihat diri pada cermin persahabatan yang kita bina. Sempat ku sangsikan persaudaraan ini, namun kemudian aku mengerti... kau membuatku mengenali sebagian diriku yang selama ini tak kusadari, dan itu kudapati dari persahabatan ini.
Kau dan Aku, dua manusia 'tak tentu arah' yang tak pernah habis berkisah.
Begitu banyak kisah yang kita urai kepada satu sama lain.
Begitu banyak yang ku kisahkan.. namun satu yang tak akan pernah bisa ku kisahkan padamu Tentang betapa beratnya kehilangan seorang sahabat sepertimu. Andai bisa ku katakan… "jangan pergi".
Tuhan telah menetapkan kehendak-Nya.. bahwa jodoh hidup adalah mati,
Kepergianmu seakan mengingatkan ku akan kalimat yang sebelumnya ku lontarkan kepadamu,"....bahwa Tuhan menunggu kita di penghujung waktu, dan Ia telah bersumpah "Demi Masa"."
Dan kini ragamu pasif terdiam di sana. Namun kami tau.. jiwamu tengah menunggu di alam barzakh, tempat terbaikmu saat ini. Kini menjadi kewajiban kami para sahabat, saudara, dan keluargamu untuk melanjutkan tiap-tiap doa dan harapan. Kunjungilah kami sesekali waktu dalam mimpi kami..., agar sedikit terobati rasa rindu akan kehadiranmu di dalam hidup kami. Cinta kami yang terdalam untukmu...
Dan izinkanlah kami untuk selalu tersenyum mengingatmu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar